Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2008

Menggulirkan Reformasi Jilid Kedua

Oleh Agus Wibowo Dilansir dari Harian Suara Merdeka , Edisi 21 Mei 2008 BULAN Mei ini, genap 10 tahun gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa dan elemen masyarakat digulirkan. Sayangnya, tak ada penanda signifikan gerakan reformasi telah membawa perubahan. Barangkali, prestasi yang sudah dicapai baru sebatas kebebasan pers, kebebasan berpolitik, dan amandemen UUD 1945. Untuk ketiga hal tersebut, harus diakui bangsa Indonesia relatif mengalami kemajuan signifikan. Meski demikian, kontrol harus tetap dilakukan agar agenda itu tidak menjadi ”kuda troya” para politisi dan penguasa negeri ini. Tetapi, selebihnya, reformasi masih melanggengkan iklim pemerintahan, sistem birokrasi, dan pelayanan publik yang setali tiga uang dengan era Orde Baru. Pendek kata, reformasi tak lebih Neo Orde Baru, bahkan tak lebih dari kepanjangan tangan Orde Baru. Agenda utama reformasi untuk mengadili almarhum mantan presiden Soeharto beserta seluruh kroninya, tidak terdengar lagi kabarnya. Parahny

Pentingnya Konservasi Hutan Desa

Oleh Agus Wibowo Harian Joglosemar, Edisi 15-05-2008 L embaga swadaya masyarakat (LSM) South East Greenpeace (2007), mencatat terjadinya kerusakan lebih dari 28 juta ha (hektare) hutan lindung dan hutan konservasi di Indonesia tahun 1990-2007. Sembilan juta ha di antaranya, disebabkan alih fungsi lahan untuk hutan tanaman industri. Sementara LSM Greenomics Indonesia (2008) juga menemukan adanya kerusakan lebih dari 10 juta ha hutan lindung dan hutan konservasi semenjak diterbitkan UU Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan. Akibat kebijakan alih fungsi hutan selama 40 tahun terakhir, tulis Greenomics Indonesia, kerugian yang diderita negara dan masyarakat Indonesia sedikitnya Rp 589,3 triliun per tahun. Kerugian tersebut terbagi menjadi tiga bagian, yakni Rp 170,2 triliun untuk kerugian kayu, Rp 320,6 triliun akibat hancurnya ekologi, serta kenaikan inflasi Rp 88,5 triliun per tahun. Ini artinya, jumlah kerugian akibat alih fungsi hutan, jauh lebih besar ketimbang devisa

Dilema Politik Simbolis

Oleh: Agus Wibowo Bali Post, Edisi 15 Mei 2008 SERBA-SERBI perilaku elite politik menjelang Pemilu 2009, memang unik dan menarik untuk dicer mati. Para elite semakin gencar membangun pencitraan diri (baca: kampanye) sebagaimana yang dilakukan pasangan SBY-JK pada pilpres lalu. Misalnya Wiranto, ketua umum Partai Hanura, ini sering mempertontonkan pemandangan yang ''dramatis'', ''menyentuh'' dan ''menggugah'' dengan makan nasi aking bersama salah satu keluarga miskin. Langkah Wiranto selanjutnya diikuti oleh Prabowo Subianto, mantan Komandan Kopassus yang paling populer. Bedanya, Prabowo tidak mendirikan partai politik (parpol) sebagaimana Wiranto, tetapi memanfaatkan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) sebagai media pencitraannya. Melalui HKTI, Prabowo ingin membangun citra diri sebagai tokoh yang sangat peduli kepada nasib rakyat, terutama kaum petani. ------------------------------ Sementara tokoh sipil yang tidak mau ketinggalan