Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2007

Islam dan Problem Kemiskinan

Dimuat Koran Banjarmasin Post 03/08/2007 Kemiskinan merupakan kenyataan Data Bank Dunia November 2006 menyebut kemiskinan di Indonesia 149 juta jiwa (49 persen) dari total penduduk Indonesia 200 juta jiwa. Data Susenas 2006 membuktikan tahun 2005 angka kemiskinan mencapai 35,10 juta (15,97 persen), meningkat menjadi 39,05 juta atau 17,75 persen (2006). Yang tidak bisa dipungkiri. Agenda reformasi yang diharapkan menjadi pendulum pengentasan kemiskinan, justru semakin menambah kuota kaum miskin. Bergulirnya kebijakan yang tidak proporsional, pada gilirannya menghilangkan sentra lapangan kerja yang berimbas pada melonjaknya angka pengangguran. Tidak bisa dinafikan, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, dan sebagian besar merupakan anggota kaum miskin. Pada titik ini patut dipertanyakan fungsi esensial agama Islam sebagai elan pembebasan sekaligus rahmatan lil alamin. Islam belum mampu menampakkan jati dirinya, atau mungkin justru tertutup umatnya yang tidak mau membuka diri (clos

Sastra dan Pencerahan Umat

Dimuat Koran Seputar Indonesia Minggu, 10/06/2007 Benarkah sastra memiliki kebebasan yang tanpa batas? Hingga setiap pencipta karya sastra bisa menuangkan gagasan indah, simbolis, dan bermakna bagi kehidupan atau gagasan jorok, sadis, vulgar, asusila, dan meresahkan pembacanya? Jawabannya tergantung pemaknaan dan niat masingmasing sastrawan. Memang, saat karya sastra masih abstrak (kasatmata) dan belum maujud dalam deretan simbol huruf dan kata atau baru dalam proses pergulatan pemikiran antara sastrawan dan karyanya, universalitas yang trans-historis, transsosial, dan independen menjadi otoritas sastrawan sepenuhnya.Namun, setelah pergulatan berakhir dan menjelma menjadi karya sastra (puisi, cerpen, novel, cerbung, dan sebagainya) dan karya tersebut dikonsumsi masyarakat luas, maka berlakulah etika, tata-nilai adat dan budaya masyarakat pembaca. Masyarakat pembaca yang tercipta lantaran konsensus sosial membentuk tata-nilai dan budaya baku yang menjadi panduan hidup sehari-hari. Isti

Orangtua Suka Menindas

Dimuat Harian Suara Karya Rabu, 4 Juli 2007 Setiap awal tahun ajaran baru, orangtua kini disibukkan oleh "perburuan" sekolah-sekolah bermutu. Dalam benak orang tua sudah tersimpan rencana ideal yang akan diterapkan pada anak-anaknya di masa depan. Akibatnya, anak tak memiliki kebebasan untuk memilih atau menentukan masa depannya sendiri. Orangtua selalu berkeinginan agar anaknya menjadi "be special" ketimbang "be average" atau menjadi rata-rata saja. Keinginan itu memang tidak salah. Hanya saja kita mesti ingat bahwa setiap anak dilahirkan dengan sifat dan ciri khasnya masing-masing. Tanpa sadar, orang tua mengubah dirinya menjadi monster mengerikan, yang siap merebut dan mencabik-cabik imajinasi, ruang batin dan cita-cita anak. Anak bakal merasakan dampak kekerasan-- walau dalam bentuk halus-- orangtua terhadapnya. Trauma psikologis itu bukan hanya mempengaruhi minat, motivasi serta keinginan anak ketika sedang menempuh pendidikan, tetapi eksesnya akan te

Sastra dan Problem Bahasa

Dimuat Koran Seputar Indonesia Minggu, 19/08/2007 WILLIAM Henry Hudson dalam bukunya, Introduction to the Study of Literature (1960),menyatakan bahwa idealnya sastra senantiasa menyumbangkan nilai positif bagi kemanusiaan. Hal ini lantaran anasir-anasir yang dicipta,bertalian erat dengan penikmatan ragawi dan rohani manusia. Menurut Henry, sastra lewat cara dan bentuknya menjelma memberi kenikmatan batiniah, melalui olah rasa, cipta, dan karya indah dalam sanubari setiap insan. Sastra lewat kelembutan dan kehalusannya mampu membangkitkan emosi luhur sekaligus menjembatani sifat fitrah manusia yang cinta akan keindahan. Sifat sastra yang holistis dan universal, mampu menerjemahkan polah-tingkah manusia jauh lebih kritis dan mendalam dibandingkan berbagai disiplin ilmu lain. Ilmu sejarah misalnya, meski mampu menyuguhkan gambaran kehidupan manusia dari masa ke masa,sangat parsial karena kajiannya hanya menitikberatkan pada sistem politik dan pemerintahan. Demikian halnya dengan antropo

Artikel dimuat Bangka Post

Rabu, 08 Agustus 2007 20:04 Kemitraan dan Solidaritas ASEAN oleh: Agus Wibowo TANGGAL 8 Agustus 2007 kemarin, ASEAN genap berusia 40 tahun. Mestinya, di usia yang sudah cukup matang, ASEAN mampu mewujudkan kerjasama bilateral yang menguntungkan anggotanya. Setidaknya itulah harapan yang disandarkan pada ulang tahun ke-40 ini. Mengapa demikian? Karena kawasan ASEAN dengan penduduk sekitar 580 juta ini merupakan pasar potensial yang menjadi incaran para investor dunia untuk memasarkan produk dan ekspansinya. Kita bisa melihat betapa produk Jepang, China, Korea Selatan, dan India kini menyerbu Asia Tenggara. Di era globalisasi ini perekatan kemitraan dan solidaritas anggota ASEAN menjadi sebuah keniscayaan. Tidak bisa dimungkiri bahwa globalisasi telah menjadi fenomena dan sepertinya tidak ada satu pun negara-bangsa yang mampu mengelakkannya. Kemajuan sains dan teknologi, khususnya di bidang informasi dan telekomunikasi dan beroperasinya institusi-institusi internasional seperti IMF d