Langsung ke konten utama

Postingan

#01 Strategi Memilih Jurnal Terindeks SCOPUS

 Memilih jurnal terindeks scopus yang sesuai dengan artikel kita, bukan perkara mudah. Jika kita tidak jeli, bisa jadi artikel kita akan ditolak oleh jurnal yang kita tuju. Lalu, bagaimana strategi agar kita bisa memilih jurnal terindeks scopus yang tepat? Video berikut memberikan pemahaman terkait bagaimana strategi memilih jurnal terindeks SCOPUS yang tepat. Berikut link videonya: https://youtu.be/krewz_cmY5A 
Postingan terbaru

Publikasi di Jurnal Internasional Terindeks SCOPUS (Tahun 2018-2020)

Siron, Y., Wibowo, A., & Narmaditya, B.S. (2020). Factors affecting the adoption of e-learning in indonesia: Lesson from Covid-19. Journal of Technology and Science Education, 10(2), 282-295.  https://doi.org/10.3926/jotse.1025 Assessment of Household Happiness in Slum Environment Usingthe Expected Value Rules : Bagus Sumargo*, Zarina Akbar and Agus Wibowo Antecedents of Customer Loyalty: Study from the Indonesia’s Largest E-commerce Leadership Styles and Customer Loyalty: A Lesson from Emerging Southeast Asia’s Airlines Industry Does Entrepreneurial Leadership Matter for Micro-Enterprise Development?: Lesson from West Java in Indonesia Determinant Factors of Young People in Preparing for Entrepreneurship: Lesson from Indonesia Wardana, L.W., Narmaditya, B.S., Wibowo, A., Mahendra, A.M., Wibowo, N.A., Harwida, G., Rohman, A.N. (2020). The Impact of Entrepreneurship Education and Students’ Entrepreneurial Mindset: The Mediating Role of Attitude and Self-Efficacy. Heliyon 6 (2020) e0

Ketimpangan Ekonomi Global dan Kemiskinan

Oleh Agus Wibowo Tulisan ini dimuat Harian Pelita Edisi Rabu, 02 Desember 2009 Program pemulihan ekonomi dan pengurangan jumlah rakyat miskin, kembali menghadapi ancaman mahaberat. Sebagaimana laporan Bank Dunia mengenai perkembangan Asia Timur dan Pasifik terbaru bertajuk Transforming the Rebound Into Recovery menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Asia, lebih-lebih Asia Timur dan Pasifik mengalami ketimpangan selama resesi terparah sejak Perang Dunia II. Ketimpangan itu terjadi karena ekonomi China mengalami laju pertumbuhan sebesar 8,7% pada tahun 2009, sementara negara-negara di sekelilingnya hanya tumbuh sebesar 1%. China juga diproyeksikan sebagai satu-satunya negara dimana permintaan domestiknya melampaui jumlah permintaan global. Laju pertumbuhan ekonomi China itu, tentu saja berdampak negatif pada negara-negara sekelilingnya. Bahkan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara seperti Asia, Amerika Serikat, kawasan Euro dan Jepang mengalami penurunan selama 3 kuartal. Hanya bebera

Stop Jual-Beli Ijazah Palsu !

Dimuat Harian Suara Merdeka Edisi Sabtu 19 September 2009 Halaman Kampus ’’Untuk apa capek-capek kuliah, kalau semua bisa dibeli. Sampean tinggal sediakan uang, ijazah langsung siap!’’ Begitulah komentar seorang ibu, usai membaca berita praktik jual beli ijazah perguruan tinggi (PT). Beberapa hari lalu, Kopertis Wilayah V DIY berhasil membongkar sindikat penjualan ijazah palsu. Menurut Koordinator Kopertis V, Budi Santosa Wignyosukarto, kecurigaan itu muncul dari sejumlah iklan di selebaran dan koran yang menawarkan ijazah mulai dari D3 hingga S2 tanpa skripsi dan biayanya murah. Selebaran yang mengatasnamakan program kuliah kelas konversi PTS itu menawarkan ijazah sarjana D3 hingga S2 dengan masa tempuh kurang dari sebulan! Biaya yang ditawarkan meliputi ijazah D3 sosial (Rp 4 juta), D3 eksakta (Rp 4,5 juta), S1 sosial (Rp 8,75 juta), S1 eksakta (Rp 10,75 juta), dan Rp 14,75 juta (S2 magister manajemen). Dicantumkan juga bahwa program itu diikuti sekitar 50 PTS yang ada di Yogyakarta,

Revitalisasi Pendidikan Pertanian

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Bisnis Bali Edisi 9 September 2009 Pakar pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc., dalam satu kesempatan mengungkapkan kekhawatirannya pada masa depan pertanian kita. Menurutnya, jika pemerintah bersama stakeholder tidak memberikan perhatian yang serius, dunia pertanian kita akan gulung tikar alias tamat. Dampaknya pasti, kita sebagai bangsa agraris tidak lagi mampu memproduksi pangan secara optimal, sehingga harus impor dari negara lain. Kekhawatiran Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc., itu, tentu bukan tanpa alasan. Dia melihat fenomena terputusnya mata rantai dunia pertanian dari generasi muda. Singkatnya, dunia pertanian akan kehilangan satu generasi yang disebabkan rendahnya animo generasi muda pada dunia pertanian. Fenomena ini tampak dari menurunnya jumlah pendaftar pada fakultas pertanian sebagai salah satu jurusan yang menyiapkan tenaga-tenaga terampil di bidang pertanian. Berdasar data Seleksi Nasional Masuk Perg

Jebakan Krisis Pangan

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Bisnis Bali Edisi Senin,7 September 2009 Ada kabar gembira dari dunia pangan kita. Menurut laporan pemerintah, selama kurun waktu 2001-2008 sektor pertanian tumbuh rata-rata sebesar 3,5. Pencapaian ini tentu saja lebih baik ketimbang pada periode sebelum krisis (1991-1996) yang hanya sebesar 3 persen. Pertumbuhan yang paling mengagumkan adalah subsektor tanaman pangan, yang tumbuh dari 1,8 persen pada periode sebelum krisis menjadi 3 persen pada periode setelah krisis. Sementara, subsektor perkebunan, peternakan, dan kehutanan justru mengalami pelambatan laju pertumbuhan. Satu subsektor lainnya, yakni perikanan, naik tipis dari 5,3 persen menjadi 5,4 persen. Laju pertumbuhan sebesar 3 persen bagi tanaman pangan tergolong cukup ideal karena dua kali lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk. Mengingat peranan subsektor ini sangat dominan, yaitu sekitar separuh dari sektor pertanian. Itu artinya dalam beberapa tahun terakhir sektor pertanian bisa berperan

Buruk Rupa Birokrasi Daerah

Oleh Agus Wibowo Dimuat Harian Bisnis Bali Edisi Kamis,3 September 2009 Departemen Dalam Negeri (Depdagri) selama kurun Januari hingga Juli 2009, telah membatalkan lebih dari 1.152 peraturan daerah (perda) tentang pajak dan retribusi daerah. Sementara berdasarkan data yang dirilis Direktorat Jenderal (Ditjen) Perimbangan Keuangan awal tahun ini, terungkap bahwa dari 2.121 rancangan peraturan daerah (raperda) mengenai pajak dan retribusi daerah sebanyak 67% ditolak. Perda lain yang juga ditolak meliputi sektor pekerjaan umum dan perhubungan (14%), industri dan perdagangan (12%). Menurut Depdagri, perda itu dinilai tidak sejalan dengan kepentingan umum serta tidak mengindahkan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu harus dihapus, sebelum merugikan negara dan masyarakat kecil. Ada pun propinsi yang paling banyak ditolak raperdanya adalah Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Kalimantan Selatan. Pertanyaan yang muncul kemudian, mengapa sampai ada perda yang merugikan masyar